Bentuk Komunikasi dalam
Sebuah Tari
#JurnalismeOnlineMinggu4
Berkata tentang Sejarah Pulau Jawa yang dulunya
dikenal sebagai tempat yang kurang aman dan banyak sekali ilmu hitam yang
berkembang di Pulau ini. Mengenai sejarah tersebut aku jadi keinget beberapa
hari yang lalu aku menonton sebuah pagelaran teater di sebuah Museum di Kota
Magelang. Singkatnya Pagelaran tersebut menceritakan sebuah perlawanan terhadap
penjajah yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro. Sebelum pagelaran teater
tersebut ditampilkan sebuah tarian yang konon katanya berasal dari Kota
Magelang. Tarian tersebut dinamai dengan Tari Gedruk. Malam itu untuk pertama
kalinya aku melihat tarian itu secara langsung padahal biasanya aku litany di Youtube aja. Jadi bahasan tulisanku kali
ini adalah tari Gedruk aja oke.
Beberapa kisah menceritakan bahwa
Tari Gedruk ini merupakan gambaran sebuah kemarahan raksasa yang di Jawa
sendiri dinamakan “Buto”. Awalnya tarian ini hanya sebuah tarian pelengkap di
tengah tarian Jathilan. Namun, seiring berjalannya waktu Tari Gedruk ini sering
dipentaskan sendiri. Tari Jathilan itu
sendiri merupakan tarian yang berkembang di Karesidenan Kedu dan sekitarnya. Tarian
ini menceritakan sebuah perlawanan melawan sang angkara murka yang direpresentasikan
dengan adanya sosok barongan. Begitu pula dengan adanya Gedruk ini, gedruk
dihadirkan sebagai sosok angkara murka yang sedang marah.
Tari Gedruk ini mengkisahkan sosok Buto ataupun raksasa
jawa yang sedang marah karena diserang oleh manusia. Sosok yang tinggi besar
ini bergerak lincah layaknya seorang manusia yang sedang melakukan peperangan. Ada
beberapa yang mengatakan bahwa kisah Gedruk ini diambil dari kisah Ramayana,
namun ada pula yang menggambarkan bahwa sosok ini merupakan kisah sosok buto
dari Jawa.
Seorang penari Gedruk ini menggunakan topeng yang
menyerupai wajah seorang Buto yang menyeramkan. Menggunakan sepatu yang penuh
dengan krincingan yang menimbulkan suara berisik ketika dihentak-hentakan. Rambut
gimbal juga digunakan untuk menambah kesan menyeramkan dari tari gedruk
tersebut. Berikut gambaran penari Gedruk yang sedang mengisi acara di pagelaran
teater “Aku Diponegoro” beberapa hari yang lalu.
Para penari melakukan gerakan tarian dengan lincah yang
bergerak kesana dan kemari serta diiringi oleh gamelan Jawa yang memainkan
irama dengan cepat atau yang disebut sebagai irama rampak. Gerakan kaki yang
dihentakan oleh sang penari merupakan symbol kemarahan dari sang Buto. Tarian tersebut
juga menggambarkan bahwa seorang Buto yang berbadan besar juga mmapu melakukan
gerakan yang dilakukan oleh seorang manusia yang bertubuh lebih kecil. Ada beberapa
pesan juga untuk generasi sekarang bahwa keterbatasan tubuh manusia tidak dapat
menentukan seorang tersebut dalam melakukan keinginanya. Wah cocok juga nih
buat bahasan body shaming. Diwakilkan
oleh sosok Buto yang menbuktikan bahwa dia juga bisa seperti manusia yang bertubuh
kecil untuk bergerak bebas dan melakukan perlawanan ketika berperang.
Sumber: Anonim. 2017. "Tari Rampak Gedruk Buto, Gambaran Kemarahan Raksasa. https://merahputih.com/post/read/tari-rampak-buto-gambaran-kemarahan-raksasa. diakases pada tanggal 29 Maret 2019 pukul 18.00 WIB.
![]() |



Tidak ada komentar:
Posting Komentar